Jokowi Disebut Terang Benderang Langgar UU hingga Abuse of Power Soal Presiden Boleh Kampanye

 



Pengamat sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, mengungkapkan kritik terhadap pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai keterlibatan presiden dalam kampanye dan keberpihakan. Menurut Ubedilah, pernyataan tersebut secara terang-terangan melanggar undang-undang.

"Dalam pandangan saya, pernyataan tersebut dengan jelas melanggar undang-undang," ujar Ubedilah dalam pernyataan tertulisnya pada Rabu, 24 Januari 2024.

Ubedilah menjelaskan bahwa Undang-Undang Pemilu menetapkan beberapa ketentuan yang menekankan pentingnya netralitas presiden. Sebagai contoh, Pasal 48 ayat 1 huruf b UU Pemilu menegaskan bahwa Komisi Pemilihan Umum harus memberikan laporan tentang seluruh tahapan pemilu dan tugas-tugas lainnya kepada DPR dan Presiden.

"Penetapan bahwa KPU melaporkan kepada presiden menunjukkan bahwa posisi presiden tidak seharusnya terlibat dalam proses kontestasi elektoral, untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dalam proses pemilihan umum," katanya.

Lebih lanjut, Ubedilah merujuk pada Pasal 22 ayat 1 dan 2 UU tersebut, yang mengatur peran presiden dalam pembentukan tim seleksi untuk menetapkan calon anggota KPU yang akan disampaikan kepada DPR. "Penetapan tim seleksi KPU merupakan tanggung jawab presiden untuk memastikan netralitasnya dalam seluruh proses pemilu," tambahnya.

Pengajar dari UNJ tersebut menilai bahwa ucapan Jokowi sangat berbahaya. Jika presiden tidak netral sejak awal dalam pembentukan tim seleksi anggota KPU, maka anggota KPU dapat menjadi pihak yang terkait dengan presiden. "Hal ini dapat membuka pintu bagi penyimpangan sistemik. Pada titik inilah presiden diwajibkan untuk tetap netral," ungkap Ubedilah.

Ubedilah juga menjelaskan mengapa netralitas presiden sangat penting. Menurutnya, presiden bukan hanya merupakan jabatan politik semata, tetapi juga sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara sesuai dengan UUD 1945. Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, presiden memiliki kendali atas jutaan aparat penegak hukum, polisi, tentara, dan Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Jika presiden tidak netral, dapat timbul masalah di semua lini di bawahnya," katanya.

Menurut Ubedilah, pandangan Jokowi yang memperbolehkan kampanye menempatkan presiden semata-mata sebagai jabatan politik adalah pemikiran yang keliru. "Ini bisa mengakibatkan pelanggaran terhadap UUD 1945," tambahnya.

Ubedilah menyatakan bahwa pencampuran antara jabatan politik, kepala negara, dan kepala pemerintahan adalah tidak dapat diterima. Hal ini dapat dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang atau abuse of power. "Pasal 17 ayat 2 huruf b UU Administrasi Pemerintahan sangat jelas mengatur agar tidak terjadi pencampuran wewenang," ujarnya.

Dia menegaskan bahwa pencampuran wewenang tersebut sama dengan melakukan pekerjaan di luar batas kewenangan yang ditetapkan atau bertentangan dengan tujuan yang diberikan oleh wewenang tersebut. "Jelas bahwa Presiden Jokowi telah dengan jelas melanggar undang-undang," tegasnya


Baca juga


Jokowi Disebut Terang Benderang Langgar UU hingga Abuse of Power Soal Presiden Boleh Kampanye

Posting Komentar

0 Komentar

close